repost artikel,ada editan sedikit hehe
semoga bermanfaat :)
Bismillahirrahmanirrahim,…
“Tidakkah
kau berpikir untuk membalas rasa cinta mereka dengan perhatian yang
sama? Memang, bagi setiap orang, selalu ada tempat yang istimewa untuk
seseorang. Tidak semua sahabat itu bernilai sama dalam hati seseorang.
Bahkan, Rasulullah pun memiliki sahabat-sahabat yang istimewa, yang
tidak bisa digantikan satu oleh yang lainnya. Tapi pernahkah kau melihat
Rasulullah memperlakukan salah satu sahabatnya dengan perlakuan yang
membuat cemburu sahabat lainnya?” (kisah Ungu karangan Eswe, halaman 71,
Annida edisi desember 2003)
Dan saya ingin seperti itu
Mencintai tanpa menciderai
Pun dicintai tanpa terciderai
Cemburu
Ya, cemburu
-
bagaimana dengan Allah yang pencemburu ya? Bagaimana jika Allah cemburu
pada kita, yang salah menempatkan cinta pada-Nya, dengan cinta
selain-Nya? Ok, ini pembahasan lain. Semoga lain kali bisa membahasnya -
Cemburu. Kembali dengan kata ini...
Saya
pun pernah merasakannya. Yaitu ketika rasa cemburu itu datang. Datang
atas saudariku, saudari yang saya sayangi. Rasa cemburu yang membuat
ketidaknyamanan diri jika dianya bersama yang lain. Sehingga kadang yang
timbul adalah prasangka, bahwa ianya tak merasai nyaman dengan kita,
atau perasaan yang lain, sebab yang tak jua kita mengerti.
Ternyata
ketidakmampuan kita (saya) menempatkan cinta di tempat yang seharusnya,
membuat rasa cemburu itu datang. Ya, mungkin seperti itu.
”Saya
tidak ingin berlebih dalam mencintaimu. Ya, saya jadi takut atas hal
itu. Saya takut jika suatu saat ternyata dalam mataku, cinta itu tidak
sama seperti saat ini, maka mungkin saya akan tersakit olehnya," kata
seorang sahabat siang itu
”Saya
ingin membagi cintaku pada semua saudari semuanya. Karena sungguh
mereka begitu spesial buatku. maka mereka menempati satu sudut-sudut di
hatiku ini.”
Sepertinya berkali-kali perasaan itu ada. Ya, saya merasakannya.
Mencemburuinya.
Mencemburui mereka.
Saudari-saudariku.
Saya pun khawatir,
khawatir jika sempat menyakiti pula mereka dengan ketidaksempurnaan saya dalam menghuluri cinta pada mereka.
Inginku
seperti Rasulullah, para sahabat mendapatkan porsi cinta yang sama,
hingga tak ada yang merasa tercemburui satu sama lain. Karena
masing-masing mendapatkan tempat spesial, yang satu dan lainnya tak
dapat saling tergantikan.
Saya
ingin mencintai mereka dan saya ingin mencintai sahabat-sahabat yang
mereka cintai. Saya ingin menempatkan persaudaraan kita pada tempat yang
tepat. Yang tidak menyakit di suatu saat tiada dan tidak juga terhilang
meski lama tak bersua. Karena cinta yang ada semata karena Allah.
Karena persaudaraan yang berdasar aqidah. Tidak pun mengenal tempat,
suku, darah, dan apapun. Dan yang pasti karena kita disatukan dengan
tali-tali ukhuwah yang begitu indah. Tali ukhuwah yang begitu panjang,
hingga sanggup melingkar luas namun rapat. Rapat menyatu dalam ketetapan
yang tepat. Tepat dengan dasar yang kuat mantap.
Dan itulah
Yang saya sedang belajar atasnya
Saya sedang belajar lagi. Belajar sepenggal dan sepotong ukhuwah yang indah.
Belajar satu demi satu potongan.
Sedikit demi sedikit
Entah kapan saya memahami dengan sempurna ukhuwah itu
Namun, saya menikmati proses yang ada
Karena tiap potongan itu begitu berharga
Meski kadang, ada tersalah yang tercipta saat (baru) mendapatkan satu pipihannya
Dan di situlah saya belajar
“Hingga
nanti, hariku semakin semarak. Bahwa ternyata begitu banyak orang yang
menyediakan ruang di hatinya untukku. Aku pun membuka pintu-pintu di
hatiku untuk semua orang. Dan aku tahu, hingga hari ini, ruang itu belum
penuh terisi. Masih banyak ruang yang menunggu penghuninya datang.
Ruang itu, tak lagi sesempit hari-hari silam,...”
“Allah,
sungguh semua mereka adalah istimewa bagiku. Betapa aku ingin
memperlakukan mereka dengan cara-cara yang istimewa. Izinkan aku ya
Allah,… merajut persahabatan dan cinta dalam dekap kasih-Mu”
Perasaan yang
bergemuruh terkait ukhuwah persaudaraan. Butuh proses yang panjang,
untuk mengerti dan memahami satu per satu potongan puzzle makna ukhuwah
ini. Sungguh. banyak
retakan-retakan atau puzzle yang sengaja hilang. Hingga
membuat sketsa tak sempurna.
ini bentuk refleksi diri. Pengingat diri, ya,
atas lalainya diri. Padahal, ukhuwah terlampau berharga. Sangat
berharga. Sayang jika harus rusak karena kepahaman tak sempurna
atasnya.
Teruntuk
saudari-saudariku, semoga persahabatan-persaudaraan kita semata karena
Allah. Karena dengan melihat kalian, mengingatkanku untuk kembali
ber-azzam kala lalai, untuk kembali membaik kala rusak, untuk kembali
muhasabah saat tak layak. Uhibbukum fillah...:)